Tribute to Mike Mohede

Written on 05/31/2019
Maria Shandi


Beberapa minggu belakangan ini, saya banyak dikejutkan dengan kenyataan beberapa teman saya yang meninggal dunia di usia yang masih sangat muda. Mike Mohede adalah salah satu dari mereka. Bukan hanya suara emasnya yang saya kagumi, tapi juga pribadinya yang baik, tulus dan rendah hati. Saya bersyukur mendapat kesempatan untuk melayani bersama Mike melalui lagu Tuhan Pasti Sanggup beberapa tahun lalu. Kenyataan ini membuat jiwa saya terguncang, kehilangan, sekaligus menjadi peringatan yang berharga buat saya. Sebuah pertanyaan muncul di pikiran saya, kalau ini terjadi pada saya, apakah saya sudah siap?

Waktu terus berjalan, tidak pernah berhenti. Sampai di satu titik tertentu, waktu kita akan habis. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa manusia ada dalam perjalanan waktu. Kita semua mengalami realitas waktu yang terbatas, ada ujungnya, dan ada saatnya untuk berakhir. Ketika detak jantung kita berhenti, semua berakhir dan kita semua akan menuju kekekalan. Ketika saya menghayati ini, setiap bangun pagi, saya selalu bersyukur untuk hari yang baru sehingga masih ada kesempatan untuk membenahi diri dan menyelesaikan tugas di bumi sebelum menuju hidup yang sesungguhnya. Karena untuk melahirkan karakter Tuhan Yesus tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat tapi membutuhkan tahapan perjalanan waktu yang panjang. Melalui proses yang kita alami setiap saat, Tuhan sedang membentuk kita untuk mencapai kesempurnaan yang dikehendakiNya.

Pada dasarnya manusia cenderung hidup sesukanya. Pola ini sudah dibangun dan dibiasakan sejak kecil, bagaimana manusia seakan-akan berhak melakukan apapun yang dikehendakinya. Ketika mulai dewasa, keindahan dunia membuat manusia semakin membangun kerajaannya sendiri, bukan kerajaan Tuhan. Mereka hanya mengejar kesenangan dunia yang sementara tanpa mempersiapkan kehidupan yang sesungguhnya setelah ini. Lalu mereka berpikir akan bertobat ketika tua nanti, padahal tanpa disadari perubahan itu harus mengalami proses perjalanan waktu dan tidak ada seorangpun yang bisa menghitung sampai kapan waktu hidupnya berakhir. Akhirnya, tidak sedikit yang pergi dalam keadaan belum mencapai standar kesucian yang Tuhan kehendaki. Penyesalan ini digambarkan sebagai ratap tangis dan kertak gigi, tidak akan ada kesempatan kedua.

Peristiwa-peristiwa yang saya alami membuat saya semakin menghayati bahwa kita hanya sementara ada di dunia ini. Dunia bukanlah rumah kita. Semua yang kita miliki, gelar, jabatan, harta dan orang-orang yang dikasihi akan kita tinggalkan pada akhirnya. Kita semua pasti akan menghadapi kenyataan ini dan tidak ada yang tahu kapan waktunya. Kita bertanding dengan waktu karena untuk meninggal, bukan berarti harus tua. Ketika menghayati kenyataan ini, seharusnya kita menjadi gentar akan hidup ini. Kita menjadi sangat berhati-hati atas apa yang kita ucapkan, pikirkan dan lakukan. Tuhan hanya bisa mengubah karakter kita kalau kita sendiri mau diubah. Kita akan berusaha melahirkan Tuhan Yesus dalam mulut, tindakan, renungan hati dan pikiran kita. Kita akan mempersiapkan diri sebaik mungkin supaya layak dan pantas menjadi anakNya.

Ketika kita menjadikan Tuhan sebagai sahabat selama kita hidup di dunia ini, kematian bukan lagi menjadi sesuatu yang menakutkan. Kematian menjadi jembatan emas untuk bertemu dengan Kekasih Sejati yang sudah kita nantikan selama ada di dunia ini. Untuk sampai ke titik ini tidaklah mudah, diperlukan perjuangan untuk melepaskan diri dari segala sesuatu dan menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan dalam hidup ini. Pada akhirnya semua yang kita lakukan untuk Tuhan selama di dunia, itulah yang menjadi prestasi abadi yang akan kita bawa sampai kekekalan. Sampai satu titik, kematian menjadi sesuatu yang menggairahkan karena dibalik itu ada pengharapan yang luar biasa. Kita akan memulai kehidupan yang sesungguhnya di bumi dan langit baru yang sempurna serta bertemu kembali dengan orang-orang yang mengasihi Tuhan dan yang kita kasihi. Mari menaruh hati, pikiran dan segenap hidup kita untuk membenahi diri dan hidup seturut kehendakNya. Rest in Peace, Mike Mohede