Benarkah Manusia Diciptakan oleh Tuhan?

Written on 06/04/2019
Maria Shandi


Suatu ketika, aku pernah berpikir, mengapa aku bisa mengasihi ibuku? Karena ibu yang melahirkanku, pikirku. Tapi, bagaimana aku tahu bahwa aku dilahirkan darinya? Aku berpikir, aku tahu dari kesaksian keluargaku dan bukti lainnya seperti surat lahir, foto masa kecilku, dan sebagainya. Tapi, bukankah aku belum sadar ketika aku dilahirkan? Bagaimana aku sungguh-sungguh tahu bahwa ia adalah ibu yang melahirkanku? Hmm, aku merenungkan sejenak hal ini.

Lalu, aku menemukan jawabannya. Aku memang belum mempunyai kesadaran dan belum bisa melihat ibuku ketika aku dilahirkan. Tapi, aku mengalami cintanya yang nyata dalam hidupku. Melalui perjuangan dan pengorbanannya dalam hari-hariku bersamanya, sejak aku kecil hingga hari ini. Pengorbanan dan cintanya, bukan hanya membuat aku yakin bahwa ia adalah ibuku, tetapi membuatku bertanya pada diriku sendiri, “Apa yang sudah kulakukan baginya? Bagi ibu, yang selama ini berkorban untukku?”

Begitu pun seharusnya hubungan kita dengan Bapa di Surga. Alkitab adalah sumber kebenaran yang mahal dengan bukti-bukti yang sangat bisa dipercaya. Alkitab menyatakan bahwa kita, yang meneladani kehidupan Tuhan Yesus, adalah anak-anak Bapa di Surga. Namun, sesungguhnya kita tidak pernah melihat ketika Bapa di Surga menciptakan manusia. Bagaimana kita bisa mempercayai Dia? Ketika kita menyadari cintaNya dalam hidup kita, yang bahkan mengorbankan AnakNya bagi kita. Kita bukan hanya menjadi percaya bahwa Ia adalah Bapa kita, tetapi kita juga akan bertanya pada diri kita sendiri, “Apa yang sudah kita lakukan bagi Dia? Bagi Bapa, yang bahkan rela menyerahkan nyawa Anak TunggalNya, hanya agar kita dapat kembali pulang ke rumahNya?”

Tentu, mengasihi Tuhan tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat. Mengasihi Tuhan membutuhkan waktu dan proses yang bertahap. Seperti seorang anak yang berumur empat tahun, ketika mengucapkan kata sayang untuk ibunya, sebenarnya anak itu belum mengerti arti sayang yang sesungguhnya. Namun, sang ibu mengerti dan menerima kualitas “sayang”-nya sesuai dengan umurnya. Tapi, ketika anak itu sudah dewasa, kualitas “sayang”-nya tentu bertumbuh. Ia akan menunjukan “sayang”-nya bukan hanya dengan perkataan tapi juga melalui perbuatan kasihnya.

Kasih kepada Tuhan harus lahir dari kemauan kita sendiri. Tidak dapat timbul oleh desakan sehebat apapun dari keluarga atau lingkungan. Mengasihi Tuhan harus dimulai dari satu langkah berani yaitu “komitmen”. Suatu janji dalam diri kita, bahwa hidup kita akan kita pergunakan untuk kemuliaan Tuhan dan bukan untuk kesenangan duniawi.

Selanjutnya, “kasih” itu harus dibangun setiap hari. “Kasih” itu harus dibuktikan melalui tindakan yang nyata, ketika kita berhati-hati atas setiap hal yang kita pikirkan, kata-kata yang kita ucapkan, dan perbuatan yang kita lakukan kepada sesama agar tidak mendukakan hati Bapa di Surga. Karena ketika kita menyakiti sesama, kita telah menyakiti hati Bapa di Surga. Kita tidak dapat berkata bahwa kita mengasihi Tuhan, sebelum “kasih” kepada Tuhan benar-benar merenggut seluruh pikiran, perhatian, waktu, tenaga, bahkan segenap hidup kita.

Kita tidak bisa mengasihi Tuhan tanpa mengenal PribadiNya. Betapa kita harus bersyukur, karena melalui Alkitab, kita bisa mengenal Tuhan, Yang Hidup. Melalui Alkitab, kita bisa memahami bahasa cintaNya untuk kita. Melalui Alkitab, kita mengenal karakter Tuhan, sehingga kita bisa berkarakter sepertiNya. Melalui Alkitab, kita bisa mengerti isi hati Tuhan, sehingga kita bisa menyenangkanNya dengan melakukan apa yang Tuhan mau. Oleh sebab itu, betapa berharganya kesempatan untuk bisa membaca dan memahami Alkitab.

Melalui pengalaman pribadi setiap hari bersama Tuhan, kualitas kasih kita akan meningkat. Melalui jam doa pribadi, kita akan mengalami kasih Tuhan secara nyata, bukan dari kata orang atau buku bacaan. Ketika kita tekun bergaul dengan Tuhan, bukan hanya Tuhan yang dibahagiakan tapi kita diberi kesempatan untuk menjadi makhluk mulia, yang memiliki karakter Ilahi. Kesempatan untuk berkarakter seperti Tuhan, itulah anugerah yang sesungguhnya.