Melihat Tapi Tetap Tak Percaya

Written on 06/04/2019
Maria Shandi


Beberapa waktu lalu, aku membuat resolusi untuk kehidupanku. Aku menuliskan hal-hal yang ingin kulakukan di waktu ke depan. Aku sangat bersemangat untuk segera mewujudkan rencana-rencanaku, tapi di sisi lain aku menjadi kuatir, aku takut kalau hal yang terjadi di depan tidak sesuai dengan harapanku. Aku khawatir tentang masa depanku, keluargaku, pekerjaanku dan banyak hal lainnya. Aku gelisah menghadapi hari esok, aku terus memikirkan, bagaimana kalau hal buruk terjadi di depan.

Hingga aku tersadar bahwa ternyata setiap manusia pasti mengalami masalah. Sesuatu yang tidak diharapkannya terjadi. Masalah mungkin akan terjadi di depan, tapi aku mengenal Tuhanku, yang tidak akan mengizinkan masalah melebihi kekuatanku. Aku tahu bahwa aku pasti bisa melewatinya. Kita bisa melewatinya.

Coba kita ingat, masalah-masalah besar yang pernah terjadi dalam hidup kita, kesulitan ekonomi, sakit yang cukup parah, ditinggal orang yang kita kasihi, dikhianati. Coba kita ingat bagaimana kita telah melalui semuanya itu. Itu merupakan bukti bahwa Tuhan adalah Tuhan yang setia. Dan Tuhan yang telah memampukan kita melewati masalah di hari kemarin adalah Tuhan yang sama yang akan memampukan kita melewati hari esok.

Aku mulai berpikir, bahwa ternyata kekuatiran kita seharusnya bukanlah tentang bagaimana menjalani hidup di bumi ini, bukanlah tentang mendapatkan berkat jasmani yang lebih banyak, terhindar dari sakit, memiliki keluarga yang bahagia. Tentu semua itu penting, tapi bukan sesuatu yang layak menyita damai sejahtera kita.

Kekhawatiran kita seharusnya adalah apabila kita tidak memiliki berkat yang sesungguhnya, yaitu memiliki hubungan yang nyata dengan Sang Pencipta, yang sudah begitu mencintai kita. Tidak seharusnya keluarga, masa depan, kesehatan, dan pekerjaan kita membuat kita khawatir, justru seharusnya, semua itu menjadi sarana untuk membuktikan cinta kita pada Tuhan, untuk melayani-Nya, untuk digunakan bagi kepentingan sesama. Bukan Tuhan dan sesama yang ada untuk kita, tapi kita yang harus ada untuk Tuhan dan sesama.

Walaupun kita memiliki semua yang ada di dunia ini, kita tidak merasa memilikinya karena kita sadar bahwa semua adalah milik Tuhan. Sekalipun kita tidak memiliki apapun di dunia ini, kita tidak bersedih karena kita sadar bahwa harta yang sesungguhnya adalah ketika kita memiliki Tuhan.

Ketika masalah itu datang di masa depan, kita seharusnya tidak sibuk untuk mencari jalan keluar semata, tapi juga mencari hal apa yang harus kita pelajari dari masalah itu untuk membentuk karakter kita hingga seperti karakter Tuhan Yesus.

Masalah-masalah di dunia ini, seperti belum punya rumah, belum punya kendaraan, belum punya jodoh bukanlah masalah sama sekali. Tentu, kita harus bertanggung jawab dalam hidup. Tapi kita harus selalu sadar bahwa masalah yang sesungguhnya adalah, apabila hari ini juga Tuhan memanggil kita untuk bertanggung jawab pada-Nya, adakah kita sudah siap untuk menghadap-Nya? Atau adakah kita berpikir kita akan hidup di bumi selamanya? Masalah yang sesungguhnya adalah ketika Tuhan tidak disenangkan oleh hidup kita di dunia, karena selama hidup, kesibukan kita adalah bagaimana menyenangkan diri sendiri.

Kita memiliki Tuhan yang menciptakan alam semesta, kekhawatiran kita seharusnya bukan tentang makanan, rumah dan pasangan hidup, tapi apakah kita sudah hidup menyenangkan-Nya? Kekhawatiran kita adalah apakah hidup kita sehari-hari, melalui perkataan dan perbuatan kita kepada sesama, sudah mencerminkan hormat kita pada Tuhan?

Kita akan tenang menghadapi hari esok karena kita bukan menatap hari esok di bumi tapi menatap hari esok di kekekalan. Ketika kita menjadikan Tuhan sebagai masa depan kita, walaupun kita tidak tahu bagaimana hari esok tapi kita tahu siapa yang pegang hari esok dan kita pasti memiliki hari esok. Hari esok di kekekalan, hari esok yang tidak akan pernah berakhir.