Hari Terakhirku

Written on 06/04/2019
Maria Shandi


Hari itu, dadaku terasa sesak dan nyeri. Dokter yang kuhubungi melalui telepon menyatakan bahwa aku harus segera menjalani operasi karena penyakitku sudah stadium lanjut, walaupun kemungkinan berhasilnya sangat kecil. Ketika sampai di rumah sakit untuk menjalani operasi, aku merasakan nyeri yang semakin bertambah hingga aku tak berdaya untuk melakukan apapun. Kala itu, aku merasa bahwa hidupku akan segera berakhir. Jantungku berdebar kencang. Lalu, aku terbangun dari mimpiku.

Ketika terbangun, aku masih merasakan debaran jantungku. Mimpi itu terasa sangat nyata hingga kusadari bahwa itu hanyalah bunga tidurku. Di tempat tidur, sambil terisak, aku sungguh bersyukur karena merasa telah diberi kesempatan kedua untuk hidup. Pagi itu, aku merenungkan betapa rentannya hidup ini. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi satu bulan ke depan, satu minggu, satu hari bahkan satu menit ke depan. Aku semakin menghayati bahwa setiap hari baru yang kuhadapi, mungkin saja menjadi hari terakhirku.

Hidup bagaikan sebuah garis tak berujung yang memiliki dua bagian, bagian awal yang pendek dan bagian panjang yang tak berujung. Bagian awal yang pendek menggambarkan hidup kita selama ada di dunia ini, sejak kita lahir, sekolah, bekerja, berkeluarga dan berujung hingga kita menutup mata. Untuk sampai di ujung bagian pendek, tidak ada yang tahu kapan waktunya, tidak harus tua dan tidak harus sakit. Bagian panjang yang tak berujung menggambarkan hidup kekal setelah kita menutup mata di dunia ini. Kekekalan bukan berbicara tentang seribu tahun, sejuta tahun atau semilyar tahun, tapi selama-lamanya, tak berujung. Inilah hidup yang sesungguhnya.

Jadi hidup kita di bagian pendek hanyalah persiapan untuk kita menuju hidup di bagian yang tak berujung. Betapa tragisnya kalau selama ada di bagian pendek, kita hanya fokus dengan kesibukan dan kesenangan hidup untuk kepentingan diri sendiri. Kita mengorbankan bagian pendek dengan bagian tak berujung hidup kita. Tanpa disadari, semakin banyak hari yang kita lalui semakin sedikit sisa bagian pendek kita. Menyadari hal ini, seharusnya kita menjadikan hidup selama ada di dunia ini hanya untuk membuktikan cinta kita kepada Tuhan. Sehingga ketika membuka mata di kekekalan, kita tahu pasti siapa yang akan menjemput, yaitu Pribadi yang sudah kita cintai sejak di dunia ini.

Pembuktian cinta kita kepada Tuhan tidak cukup hanya melalui tutur kata tapi harus disertai dengan tindakan nyata. Ketika kita mencintai Tuhan, kita akan memberikan waktu khusus setiap hari untuk bersekutu denganNya melalui jam doa pribadi dan membaca Firman Tuhan. Setiap nafas, detak jantung dan segenap hidup kita, semua kita persembahkan untuk kepentingan Tuhan sehingga kita akan sungguh-sungguh mengusahakan sebaik mungkin untuk kesehatan, sekolah, kuliah, pekerjaan dan keluarga kita sebagai bentuk cinta kepada Tuhan. Kita akan berusaha menjaga pikiran, perkataan dan perbuatan kita setiap saat sebagai bukti cinta kita kepada Tuhan. Mari gunakan hidup yang singkat ini sebagai persiapan untuk hidup tak berujung yang sesungguhnya.