Kasih Tidak Sama dengan Memberi

Written on 06/04/2019
Maria Shandi


Ada suatu peristiwa sederhana yang saya alami namun begitu membekas dan mengubah pandangan hidup saya, di mana suatu hari saya dan pasukan rumah sedang makan di salah satu restoran favorit kami yang menu andalannya adalah gado-gado. Tentu saja, gado-gado menjadi menu wajib kami di restoran tersebut karena selain rasanya yang enak, menyehatkan dan harganya pun tidak terlalu mahal. Setelah selesai makan, kami beranjak untuk meninggalkan tempat tersebut. Ketika kami sudah masuk ke dalam mobil dan menunggu beberapa saat, saya baru menyadari bahwa ayah saya belum tiba di mobil. Lalu saya menoleh dari kaca mobil, ternyata si ayah sedang memesankan makanan untuk dua anak kecil pemungut sampah yang sedang lewat di depan restoran. Setelah membayarkan makanan mereka, ayah saya memanggil mereka untuk duduk dan makan di dalam restoran.

Awalnya mereka terlihat sungkan, seakan-akan mereka merasa tidak pantas untuk masuk ke dalam. Setelah berhasil diajak masuk oleh ayah saya, dari gerak tubuhnya mereka tetap terlihat sangat canggung dan malu. Saat makanan tiba, dari dalam mobil saya bisa melihat betapa lahapnya mereka makan, seperti orang yang sedang kelaparan. Melihat pemandangan itu, tanpa terasa air mata mengalir di pipi saya. Saya merasa betapa tragisnya hidup ini, di saat saya bisa membeli gado-gado tersebut kapan pun saya mau, namun di sisi lain ada orang- orang yang begitu berkekurangan bahkan untuk masuk ke dalam restoran saja merasa tidak layak. Saya merasa belum berbuat banyak untuk mereka dan ini menjadi pelajaran yang berharga bagi saya.   

Setiap orang percaya harus mengikuti gaya hidup Tuhan Yesus. Gaya hidup berbagi adalah salah satu gaya hidupNya yang harus kita teladani. Alkitab mengatakan bahwa sekalipun kita memberikan segala sesuatu tapi tanpa kasih, semuanya sia-sia. Jadi, kasih tidak sama dengan memberi. Seseorang bisa saja memberi tanpa kasih, motivasinya bisa didasari karena sungkan, nilai diri, mengharapkan imbalan atau ingin dihormati. Kasih bukan berbicara tentang memberikan sebagian atau seluruh milik kita kepada orang lain, tapi segala tindakan kita yang sesuai dengan pikiran dan perasaan Tuhan, sebab Tuhan itu kasih adanya. Prinsip utamanya adalah segala sesuatu yang kita lakukan sesuai dengan keinginan dan seleraNya, itulah kasih. Ketika kita mengasihi Tuhan lebih dari apapun dan siapapun, kasih kita bukan hanya membawa dampak pada perasaan Tuhan yang dibahagiakan tapi juga bagi orang-orang di sekitar kita karena berbagi menjadi gaya hidup kita. Kita akan rela membagi hidup bagi pekerjaan Tuhan tanpa batas.   

Ketika kita melatih diri untuk melakukan kehendak Tuhan, kita akan semakin memiliki kecerdasan Roh. Kita akan berbagi dengan orang-orang yang membutuhkan bukan menurut kacamata manusia tapi menurut kacamata Tuhan. Misalnya ada seseorang yang miskin karena kemalasannya dan selalu meminta bantuan kepada kita tanpa mau berusaha. Ketika kita terus menerus membantunya, menurut kacamata manusia hal tersebut merupakan tindakan kasih. Namun, ketika kita melakukannya tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, hal tersebut bukanlah tindakan kasih karena dengan terus memberi kepada orang tersebut, tanpa disadari hal itu justru akan semakin membuatnya malas dan merusak jiwanya. Jadi yang terpenting bukanlah nilai atau tindakan dari memberi itu sendiri, tapi apakah yang kita berikan sesuai dengan komando Tuhan.  

Kalau kita percaya bahwa ada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu serta menciptakan kehidupan berarti segenap hidup kita adalah milik Tuhan, termasuk harta kita. Kita hanyalah pengelola yang dipercayai untuk mengelola milik Tuhan sehingga tidak boleh menggunakannya sesuka hati kita karena harus dipertanggungjawabkan kepada Sang Pemilik. Ketika kita menghayati ini, kita akan sungguh-sungguh bekerja untuk menghasilkan seoptimal mungkin sehingga melalui uang tersebut kita bisa menopang pekerjaan Tuhan tanpa batas. Kita bisa menjadi anak-anak Tuhan yang dapat mengekspresikan perasaanNya kepada orang-orang yang membutuhkan di sekitar kita.  

Ketika kita memperhatikan keadaan di sekeliling kita, anak-anak yang seharusnya memiliki masa depan cerah terpaksa tidak melanjutkan pendidikannya karena tidak ada biaya, orang-orang yang tinggal di bawah garis kemiskinan bahkan untuk mendapatkan air bersih saja harus menempuh perjalanan berjam-jam bahkan berhari-hari, anak-anak gadis yang seharusnya menjadi wanita terhormat terpaksa menjual dirinya hanya untuk menyambung hidup, kita semakin menyadari betapa tragisnya hidup ini. Ketika kita menghayati kasih yang sesungguhnya, kita akan memiliki hati yang pecah untuk berbagi dengan mereka. Kita akan menjadi roti yang terpecah dan anggur yang tercurah untuk sesama kita, dimulai dari orang-orang terdekat kita yang membutuhkan, entah itu orang tua, saudara, keluarga besar, sahabat, karyawan, lingkungan masyarakat, gereja dan terus berlanjut. Percayalah ketika kita melakukannya didasari oleh kasih, kita tidak akan kekurangan karena memberi. Tuhan pasti akan mencukupi, karena ini adalah pekerjaanNya. Mari berbagi dengan kasih yang didasari oleh kasih kepada Tuhan dan ingin menyenangkan hatiNya.